Sabtu, 23 Oktober 2010

Sari, Ilmu Nenek Jadi Bekal Bisnis Distro

Beberapa kali gagal bisnis tak membuat Theresia Alit Widyasari  frustrasi. Akhirnya usaha distro jadi pembuka jalan. Beberapa usaha distro dan restoran yang ditangani wanita yang akrab dipanggil Sari ini, bersama dua kakaknya, menguasai kawasan Tebet Utara, Jakarta. Cita-citanya, ingin punya toko busana kelas dunia.

Kenapa memilih nama Bloop? Kedengaran sederhana dan lucu.
Tiba-tiba melintas saja dan karena gampang disebut. Bagi kami arti bloop seperti ketika sesuatu dimasukkan ke dalam air karena ada udara, kan suka bunyi “Blup, blup, blup,” jadi, ya, seperti harapan hidup.

Kabarnya, dulu sempat beli putus kaus dari clothing dan distro di Bandung?
Iya, sempat beli putus dari Cosmic, Ouval, dan Airplane (clothing asal Bandung). Namun untuk mengambil dari Bandung perlu perjuangan. Maklum belum ada Tol Cipularang. Waktu itu, kami juga baru mulai dan belum tahu bagaimana caranya membuat clothing line. Arti distro kan distribution outlet, untuk menitipkan dan mendistribusikan barang. Ya sudah, beli putus dulu.

Anda menjalani usaha ini bersama saudara?
Ya, bersama dua kakak saya yang memang suka bisnis. Sebelum ini, kami sempat bisnis tambak udang, jual daging, saham. Kami juga pernah jualan martabak di pinggir jalan. Pokoknya apa saja yang bisa menghasilkan uang. Nah, awal usaha distro ini karena ajakan teman. Kebetulan saat itu kan sedang booming. Semua orang kayaknya gaul banget kalau pakai kaus distro.

Setiap kali memulai bisnis, kami meminta bantuan Papa. Tapi, karena sudah berkali-kali gagal bisnis, kami enggak berani meminta bantuan Papa lagi. Jadi, sempat terpikir untuk mencari pinjaman dari orangtua teman. Kami dekati mereka agar mau berinvestasi, tapi tanggapannya, “Distro? Lima tahun lagi juga mati.”

Lantas?
Akhirnya kami ajak Papa ke Bandung, melihat bagaimana serunya industri distro di sana. Papa ternyata tertarik dan mengusulkan untuk pinjam ke bank atas namanya dengan jaminan kami akan melunasinya. Ya sudah, kami mengiyakan. Begitu cair, kami langsung bergerak mencari lokasi. September 2003, Bloop berdiri di Kalimalang, dengan pengunjung yang bisa dihitung jari. Terus pindah ke D’Jones (Tebet Utara) karena daerahnya strategis. Dulu sih hanya ada enam tempat usaha di sini. Sekarang kebalikannya, hanya ada enam rumah, sisanya tempat usaha ha-ha-ha.

Sekarang Bloop selalu penuh dan laris ya?
Sekarang jumlah pengunjung 1.000-1.500 per hari. Kalau akhir pekan, bisa sampai 2.500 orang. Waktu Lebaran, rekornya sampai 11.000 orang per hari. Jadi, orang harus masuk gantian. Isi Bloop memang sangat variatif, ada 200 merek. Kami ajak teman-teman mengisi. Mengenai kriteria, harus anak muda banget.

Sejak itu memutuskan untuk produksi sendiri?
Iya, karena banyak orang datang jadi kami berpikir keuntungan akan lebih besar kalau memproduksi sendiri. Ternyata produk kami disukai, mungkin karena promosinya juga. Produk kami dipakai oleh VJ MTV yang saat itu sedang naik, yaitu Nirina. Orang sering sekali datang ke toko dan mencari kaus yang dipakai Nirina.

Usaha keluarga ini kemudian berkembang pesat. Bloop mempunyai “saudara” yaitu Endorse yang tadinya adalah second line Bloop, Bloop AKA (supplier), dan Urbie (second line) lalu restoran Bebek Ginyo dan D’Jones yang menyediakan makanan cepat saji. Semua berada di lokasi yang berdekatan.

Sekarang Tebet Utara dipenuhi tempat usaha serupa. Sempat merasa takut?
Sempat stres dan takut juga. Karena, supplier besar di Bandung yang sudah menjadi klien kami ditawari menitipkan barang di tempat mereka sekaligus cabangnya. Kami memberanikan diri dengan memberikan pilihan: “Pilih salah satu, toko kami atau mereka”. Dalam hati sih sebenarnya deg-degan, ha-ha-ha.

(Kejadian) ini kami manfaatkan untuk lebih kreatif agar konsumen tetap setia dengan Bloop. Sekarang, justru makin seru, kami semakin mendukung satu sama lain. Mereka promosi, kami juga kena imbas hasilnya. Akhirnya senang, sih banyak yang menemani dan omzet semakin naik. Karena kalau orang ke Tebet Utara, pasti mampir ke sini.

Apa yang Anda lakukan agar Bloop bisa bertahan di tengah persaingan?
Kami ini anak-anak nekat. Awalnya sama sekali tidak punya latar belakang fashion. Lalu saya dikirim kakak untuk bersekolah di London, mengambil jurusan Fashion Marketing. Pulang dari sana, saya menyadari kalau kami hanya menjual kaus, celana, dan sandal, akan membosankan. Harus ada pembaruan.

Jadi, kami riset ke 300 orang, menanyakan apakah mereka tertarik kalau kami menjual dress, sepatu dan lain-lain. Hasilnya, mereka ingin baju yang lebih modis dan variatif. Responsnya bagus dan diteruskan hingga sekarang. Saya juga suka bertindak sebagai pembeli. Jadi, saya bawa tas dan keliling-keliling toko. Kan, pembeli suka komentar kalau membeli baju, jadi saya tahu mana yang disukai dan tidak.

Sejak mengikuti pelatihan bisnis, kami membuat perencanaan bisnis selama satu tahun. Kami juga sering memanjakan pelanggan dengan hadiah dan kejutan karena mereka memberikan rezeki pada Bloop. Salah satunya Wow Factor Strategy, misalnya: ketika mereka sedang berbelanja, kami berikan amplop isinya voucher sampai Rp 1,5 juta yang harus dihabiskan dalam lima menit. Semua orang langsung heboh dan mereka pasti bercerita kepada yang lain. Itu menjadi promosi juga kan?

Kabarnya, Anda juga mendorong dan memberikan ruang kreativitas untuk karyawan?
Iya, mereka mempunyai hak istimewa untuk membuat merek sendiri karena kami mengarahkan mereka untuk menjadi pengusaha. Sekarang, ada karyawan kami yang sudah mempunyai omzet jauh lebih besar dari gajinya karena clothing-nya sukses.

Seminggu sekali, kami rapat dan karyawan boleh berpendapat, namanya project brief. Kemarin ada ide untuk membuat kertas kado di toko karena banyak (konsumen) yang datang membeli barang untuk hadiah. Untuk setiap project brief yang dijalankan, mereka dapat bonus. Mereka kreatif sekali dan membanggakan.

Setelah sukses seperti ini, imbalan apa yang Anda berikan untuk diri sendiri?
Saya suka sekali travelling dan mimpi saya adalah keliling dunia. Tapi, itu kan butuh uang. Orangtua saya mengajarkan kalau mempunyai mimpi, tempel di dinding kamar. Foto Big Ben (jam raksasa di Inggris), Manchester United, dan masih banyak lagi, saya tempel sebagai motivasi. Sekarang, satu per satu yang saya tempelkan sudah tercapai dan bertambah lagi.

Saya pernah ke pertandingan Manchester United dan bertemu mereka langsung! Lalu nonton konser Take That, Spice Girls, Gwen Stephani, ke Yunani, bertemu Mischa Barton (aktris cantik kelahiran Inggris). Wah, pokoknya senang sekali. Sekarang, saya ingin sekali traveling ke Jepang.

Bagaimana pembagian tugas dengan kakak? Kabarnya Anda dekat dengan artis.
Jabatan saya di Bloop adalah Marketing Director dan menangani produk-produk perempuan. Kalau dibilang dekat dengan artis, ya benar juga sih. Misalnya, Seventeen, D’Massive, Okky Lukman, Sandra Dewi, Tora Sudiro, Donnie Ada Band. Pokoknya artis yang sedang disukai anak muda pasti kami sponsori. Waktu awal mendirikan Bloop, kami malah sering menghampiri mereka (artis) lalu memberikan kaus Bloop. Terserah sih mau dipakai atau tidak. Seringnya sih dipakai. Lumayan, kan promosi, gratis pula.

Kalau kakak pertama, Martin Sunu Susatyo, dia lebih konsentrasi dengan bidang kreatif Bloop. Misalnya, kalau toko mau diubah desainnya. Sementara kakak kedua, Bertolomeus Saksono Jati, tugasnya lebih ke pengembangan bisnis, keuangan, dan sumber daya manusia.

Soal pembagian keuntungan dan kepemilikan usaha ini?
Selama ini, pembagian keuntungan fair kok. Jujur, saya agak lupa persisnya, namun kalau tidak salah, keuntungan dibagi rata 25 persen, antara saya, kedua kakak, dan Papa. Sebenarnya, saya enggak pernah mikirin masalah keuntungan ini karena awalnya kan cuma ikut-ikutan. Mungkin, karena ini juga dan kami memang tahu porsi masing-masing, makanya meski ini perusahaan keluarga, kami enggak pernah bertengkar. Yang jelas, kalau misalnya saya kerja keras sampai gila-gilaan, pasti dikasih bonus tambahan.

Kalau sudah menikah, kami ingin mempunyai toko masing-masing yang lebih besar dengan nama Bloop. Pokoknya, kami ingin membuat Bloop seperti Topshop di Inggris atau Zara di Spanyol yang terkenal di seluruh dunia. Begitu orang mendengar nama Bloop, mereka tahu itu berasal dari Indonesia, ya menjadi toko yang bisa dibanggakan oleh Indonesia dan menjadi trendsetter. Tentunya, tetap berjalan dengan konsep Bloop yaitu diisi produk karya anak bangsa sendiri.

Enggak tertarik kerja kantoran seperti ayah Anda?
Kalau Martin, kayaknya memang tidak tertarik karena dia orang kreatif yang tidak bisa bekerja di bawah orang lain. Sementara Berto, dia sempat tertarik. Kalau saya, dulu waktu di Inggris sempat bekerja di River Island (merek clothing) dan sampai sekarang tertarik sekali bekerja kantoran asal yang waktunya fleksibel. Seperti reporter atau fashion buyer yang memungkinkan untuk bertemu artis dan keliling dunia, seperti mimpi saya. Enak kan? Keliling dunia, dibayarin pula ha-ha-ha.

Sebenarnya siapa sih yang mengajari Anda berbisnis?
Kalau bisnis, Papa lebih banyak mendorong kami. Pengalamannya sebagai karyawan kan memperlihatkan kalau gaji pegawai sampai pensiun itu bisa diramalkan. Makanya, dia sering sekali mendorong kami, kalau ingin menjadi pegawai harus mempunyai bisnis sampingan lain. Sementara mama, awalnya sempat khawatir kami terjun bisnis sendiri, apalagi awalnya sering gagal.

Bicara mengenai bakat, mungkin nenek yang menurunkan kemampuan ini. Nenek saya buta huruf tapi dia telaten sekali berdagang. Dulu, dia berjualan stagen yang dipanggul sendiri, beratnya sampai berkilo-kilo. Oh ya, meskipun dia buta huruf, dia bisa ingat di luar kepala siapa yang membeli, siapa yang punya utang. Perjuangan nenek memang hebat sekali, pokoknya dia tangguh dan bisa menyekolahkan semua anaknya hingga menjadi sarjana.
Sumber : Kompas.com

bisnis kotak kado

Melihat kotak kado yang beredar di pasaran membuat Belleza Indrawan "gemas". Menurutnya, kertas yang digunakan sebagai bahan dasarnya tidak kokoh dan desainnya kurang menarik. Wanita kelahiran tahun 1973 ini lalu mencoba membuatnya sendiri, dengan kertas yang diproduksi kakak iparnya. Sejak itulah ia yakin dan berniat berbisnis di bidang ini.

Berbekal ketrampilannya berkreasi dan kertas berwarna menarik serta kokoh, ia lalu berusaha menawarkan kotak kado buatannya ke sebuah galeri di Kemang. Hasilnya, ia mendapat pesanan 200 kotak sekaligus. "Waktu itu, semuanya masih saya kerjakan sendiri, sampai saya terbungkuk-bungkuk mengerjakannya," tutur Belleza sambil tersenyum, mengenang momen akhir 1997 itu.

Untuk melebarkan sayap, ibu dua anak ini juga menawarkan kotak kadonya ke departement store, dan sejak itu kotak buatannya dijual pula di beberapa pertokoan itu, antara lain Metro. Banyaknya peminat kotak kado ini membuat Belleza banyak menerima pesanan dari luar kota, termasuk Semarang, Surabaya, dan sebagainya.

Tak hanya itu. Permintaan mengajar untuk pembuatan kotak kado berdatangan dari berbagai kota di Indonesia, antara lain Medan, Surabaya, dan Semarang. Namun, kesibukannya memenuhi pesanan pelanggan ditambah tenaga kerja yang masih sedikit membuatnya belum bisa memenuhi permintaan itu. "Saya sampai berkali-kali dibilang pelit, enggak mau membagi ilmu. Saya seperti artis, dapat surat dari penggemar hampir tiap hari, banyak banget, di antaranya ya, 'surat cinta' itu," ujarnya sambil tertawa.

Setelah akhirnya bisa mendelegasikan sebagian pekerjaannya, sarjana ekonomi ini punya waktu luang dan melayani permintaan mengajar. Awalnya, ia mengajari anak-anak di sebuah SD swasta di Jakarta. Dari situ Belleza melihat, ternyata anak-anak SD sudah jenuh mempelajari ketrampilan yang selama ini diajarkan di sekolah. Lalu, ia juga mengajari perkumpulan ibu-ibu AURI di Halim Perdana Kusuma. "Saya juga mengajari polwan-polwan di beberapa Polres. Lucu juga, tangan mereka yang biasanya pegang senjata jadi pegang pita, kelihatan kaku."

Istri dari Yusca Indrawan ini juga pernah mengajari ibu-ibu rumahtangga di Pati, Jawa Tengah. "Sebenarnya, tidak sedikit ibu rumahtangga yang ikut suaminya bertugas di daerah, ingin punya kegiatan tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Nah, belajar menghias wadah untuk hantaran ternyata sangat bermanfaat bagi mereka. Saya senang bisa membantu, apalagi ternyata hal ini bisa menghasilkan uang bagi mereka," ujar Belleza yang sudah menerbitkan buku pertamanya tahun 2006, Kreasi Wadah Hadiah.

Materi kursus yang diberikan Belleza memang berkembang, tak hanya cara membuat kotak kado, melainkan juga berkreasi menghias wadah. "Wadah yang dihias bisa apa saja yang ada di rumah, tidak harus kotak kado. Keranjang atau loyang juga bisa jadi wadah cantik untuk hantaran, dan tidak memakan biaya mahal. Inilah yang membuat ibu-ibu peserta kursus menyukainya," ujar Belleza yang untuk Lebaran mendatang, mendapat pesanan kotak kado dari Kuala Lumpur beberapa ribu buah.

Sumber : kompas.com

Bisnis Kek Pisang Villa

Dengan menyandang gelar Sarjana Teknik di pertengahan tahun 2003 dari sebuah Universitas Negeri di Sumatra ternyata tidak membuat segalanya menjadi mudah. Saya bukanlah dari keluarga yang berada, sehingga untuk memperoleh impian saya  harus benar-benar bangun dengan jerih payah sendiri. Berbekal ijazah, saya yakin bisa menjadi harapan untuk orang tua dan keluarga. Akan tetapi nyatanya tidak. Gaji pertama yang saya peroleh hanya Rp.1.200.000,-. Setelah ditambah ini itu selama 3 tahun hanya tertambah dua kalinya, tapi harus mengorbankan seluruh waktu. Dalam benak, khayalan menjadi tumpuan keluarga tak mungkin terpenuhi kalau hanya menjalankan kehidupan seperti ini.

Dalam proses pembelajaran muncul ide-ide bisnis. Ketika bulan-bulan pertama menikah di tahun 2004 saya mencoba membuat usaha rumahan dengan modal kado hadiah kawinan yaitu kompor minyak tanah. Istri saya menggoreng kerupuk yang dibeli di pasar, dan dikemas sederhana kemudian saya distribusikan ke warung-warung sekitar juga rumah  makan. Lumayan, tapi capek. Karena dikerjakan sendiri. Ketika timbul ide untuk memperkerjakan saudara untuk membantu usaha, ternyata tidak ada yang bersedia. Akhirnya usaha pertama yang saya bangun tutup dengan sempurna. Tapi herannya tak ada kata gagal bagi saya..Muncul ide baru.
Karena lumayan suka mencoba resep kue, akhirnya muncul ide untuk memasarkan produk sederhana jajanan pasar ke kantin-kantin PT di Mukakuning. Diawali dari tempat kerja saya bekerja. Berjalan sempurna, tapi tetap saja capek karena hanya dikerjakan sendiri. Dalam masa pencarian saya menemukan sebuah buku yang cukup memukau. Rich Dad Poor Dad, benar-benar membuat saya lebih berani mengambil resiko. Sedikit pinjaman dari koperasi membuat saya mempunyai rumah makan kecil-kecilan di komplek perumahan tempat saya tinggal. Tapi hanya berusia dua bulan saja, karena saya memang tidak punya pengalaman di bidang itu, ditambah sudah ada saingan sehingga sulit untuk bersaing. Ketika itu saya mempunyai tiga karyawan dan satu koki. Untuk mengurangi kerugian, saya menjual sebagian harta peninggalan rumah makan. Cukup menyakitkan. Inilah kali pertama saya mengalami kerugian yang cukup besar untuk ukuran saya, 8 juta rupiah. Namun tak cukup sampai disitu. Saya yakin bahwa suatu saat saya pasti bisa menjadi seperti yang saya harapkan. Yaitu punya usaha dan bisa membantu orang sekitar terutama keluarga.

Saya menemukan ide baru lagi yang lebih fresh dan gila. Ini diilhami ketika saya membeli CD seminar motivasi melalui internet. Event Organizer. Itu muncul begitu saja. Saya berusaha mencaritahu apa EO sebenarnya melalui buku-buku dan internet. Saya ingin mendatangkan seorang motivator yang dikemas menjadi seminar yang eksklusif dan menarik. Melalui informasi beberapa teman, mereka merekomendasikan nama Jaya Setiabudi. Dengan cepat proposal seminar bersama Pak Jaya saya selesaikan. Itulah awal saya berkenalan dengan Pak Jaya. Diluar dugaan ternyata Pak Jaya sudah begitu seringnya memberikan seminar diwilayah Mukakuning. Namun  beliau menyarankan untuk memanggil Bob Sadino, pengusaha gaek yang tersohor itu. Dengan cepat no. telp Om Bob didapat. Dan saya langsung menghubungi beliau. Tapi dengan alasan kondisi yang tidak mengijinkan untuk bepergian keluar kota, maka saya mengundang Made Ngurah Bagiana pengusaha burger yang tumbuh dari bawah. Tapi tak cukup sampai disitu, saya menambah tantangan dengan mengundang Helmi Yahya sebagai pembicara utama. Tapi kenyataannya peserta tidak seperti yang saya harapkan. Saat itu saya mengalami kerugian yang sangat sangat besar untuk ukuran saya.

Lagi-lagi tak menyurutkan niat saya untuk berusaha. Malah kini saya benar-benar ingin fokus di bisnis, karena pada akhirnya saya berenti bekerja. Saya memang harus memutar otak agar bisa melanjutkan impian dan hidup. Ditambah saya telah punya bayi kecil. Akhirnya dalam rangka memperingati hari anak Indonesia saya mengangkat acara di salah satu Mall terkemuka di Batam. Dengan tema Ceria Anak Indonesia, saya menggandeng merk susu formula ternama sebagai co.partner. Dengan dasar bahwa susu formula tersebut mempunyai layanan customer care setiap bulannya, maka saya memanfaatkan itu sebagai sarana promosi saya yang paling efektif. Tanpa saya duga antusias ibu-ibu terhadap acara saya sangat besar, akhirnya ini awal pencerahan bagi saya. Ini usaha saya yang mendatangkan cukup banyak rupiah. Tawaran mengisi acara serupa selama beberapa waktu sempat menghampiri ada yang menguntungkan dan ada juga yang sepi peserta.

Muncul lagi ide berikutnya, terlahir karena saya selalu haus untuk menimba ilmu di bidang kewirausahaan akhirnya dengan bakat saya yang suka cuap-cuap di hadapan teman-teman di PT, saya memberanikan membuka entrepreneur course. Dengan biaya seadanya dan pinjaman ruko dari teman, usaha ini berjalan 3 bulan dengan coach saya sendiri. Ketika itu ide awal bisnis Kek pisang sudah muncul. Pemasaran masih di sekitar rumah saja. Karena antusias dari tetangga lumayan OK, saya memberanikan untuk memperluas pasar ke daerah Mukakuning. Dengan konsep kemitraan, produk saya bisa dinikmati pekerja di Mukakuning. Berjalan dengan waktu saya mulai merasakan prospek bisnis saya kali ini cukup bagus. Untuk itu sampai sekarang saya tetap focus pada bisnis Kek Pisang ini .

Awalnya dengan peralatan yang sangat sederhana saya dan istri memproduksi kek pisang ini . Dengan resep original saya yakin kek pisang ini bisa menjadi makanan yang banyak diminati berbagai lapisan masyarakat dan usia.Ternyata benar awalnya saya dan istri hanya memproduksi 3 loyang sehari dengan pemasaran  ke tetangga dan warung sekitar rumah. Dengan system kemitraan kek pisang saya melaju bak roket di kawasan Batamindo. Mulai dengan produksi dengan kapasitas oven yang sangat minim akhirnya saya bisa membeli oven yang bisa memuat 20 loyang ukuran 30x 10 cm setiap sekali pembakaran. Saya merekrut 1 orang karyawan untuk membantu produksi disamping saya sendiri juga turut bekerja, tapi karena permintaan cukup ramai akhirnya saya memutuskan untuk menambah 2 orang karyawan lagi dalam hitungan waktu 2 minggu. Semua dikerjakan di dalam rumah tempat tinggal saya yang bertipe 36. Enam bulan saya harus berbagi dengan tempat usaha, akhirnya dengan sedikit keuntungan dan pinjaman dari Bank, saya menyewa sebuah Ruko. Saat di ruko karyawan saya berjumlah 7 orang. Sistem kemitraan ini muncul dengan harapan pemasaran dari mulut ke mulut lebih efektif, sehingga mitra selalu berpromosi di lingkungan kerjanya dan sekitarnya. Saya memberikan fee Rp3000,- per kotaknya. Dalam waktu 6 bulan mitra saya mencapai 300 orang dengan wilayah kerja meliputi Batamindo, Tanjung Uncang, kawasan industri di Batam Centre. Selain itu saya juga menyiapkan bonus-bonus menarik apabila mitra berhasil mencapai target yaitu berupa uang tunai Rp.100rb untuk setiap penjualan 100 kotak. Hal ini dengan maksud supaya mitra terus giat mempromosikan produk saya, selain menambah pendapatan mitra tentunya.

Namun setelah berjalan setahun sistem kemitraan agak menurun ditambah bahan baku produksi meningkat tajam, akhirnya saya terpaksa melakukan revisi harga kek pisang. Dan ini tidak menguntungkan di pihak mitra, karena harga susah terjangkau dikalangan pekerja PT. Saya pun memutar otak bagaimana agar karyawan saya bisa tetap bekerja dan mendapat upah yang layak. Akhirnya terilham dari Batam yang tidak mempunyai Oleh-Oleh atau buah tangan. Saya mencoba menembus pasar dan memposisikan kek pisang saya sebagai buah tangan atau oleh-oleh yang harus dicari masyarakat yang ingin keluar kota. Bika ambon yang dari medan awalnya bukan makanan asli Medan, tapi karena dengan pembelajaran yang sempurna bika Ambon berhasil merebut hati wisatawan yang berkunjung ke Medan. Bika Ambon- nya Medan berhasil mengedukasi pasar, kenapa saya tidak..???

Saya mulai mempromosikan Kek Pisang saya sebagai sesuatu yang harus dibawa ketika meninggalkan Batam. Dengan Billboad, promosi di media, dll diharapkan produk saya bisa dikenal luas khususnya bagi masyarakat yang ingin meninggalkan kota Batam. Dengan perubahan misi ini, akhirnya produksi kek pisang saya kembali bergairah. Saya menambah 3 orang karyawan lagi untuk system delivery.

Melihat peluang yang cukup bagus, dan keunikan produk ini, saya memberanikan diri untuk membuka 3 cabang lagi di daerah Batam Centre, Nagoya, dan Penuin. Semua ini dengan bantuan dari pihak Bank yang telah mulai percaya kepada saya. Tantangan dan resiko yang saya ambil semakin besar. 3 outlet baru bisa saya buka dalam waktu 3 bulan. Belum genap sebulan sambutan pasar sangatlah bagus, untuk ukuran toko yang baru buka. Saya terus belajar melalui buku-buku dan media internet agar misi saya bisa diterima masyarakat. Hingga saat ini saya telah memiliki 6 outlet dan 85 karyawan. Saya optimis impian saya menjadi tumpuan hidup keluarga bisa terwujud. Karena sesungguhnya tidak ada yang tidak mungkin jika kita menggantungkan impian dan proses pembelajaran yang tak kenal lelah, semua yang kita impikan akan datang dihadapan kita. Di usia saya yang masih muda, 30 tahun saya yakin oleh-oleh khas Batam kek pisang Villa bisa melesat bak roket di Batam khususnya dan di Indonesia umumnya.Amiin?

sumber: http://wirausahamandiri.co.id/kisah-Denny%20Delyandri%20Kek%20Pisang%20Villa-48.html

bisnis desain

Tentu sebagian besar dari Anda pernah mendengar nama kaus bermerk C59. Kesuksesan C59 tidak lepas dari kepiawaian penggagasnya, Marius Widyarto atau yang akrab dipanggil Mas Wiwied. Bermula dari rasa gusarnya melihat teman-temannya yang memamerkan kaos bergambar kota mancanegara buah tangan dari orang tuanya usai bepergian dari luar negeri, Wiwied kemudian tertantang untuk membuat sendiri kaus bergambar patung Liberty dan kota New York dan sesumbar bahwa omnya juga baru datang dari luar negeri,sejak saat itulah ia semakin dikenal sebagai orang yang piawai membuat kaus, sampai-sampai, ketika ia bekerja di sebuah perusahaan kontraktor, ia lebih sering didatangi orang untuk urusan pesanan kaus daripada untuk pekerjaannya.

Wiwied yang sejak kecil menyukai pekerjaan prakarya memulai usahanya dari rumahnya yang berukuran 60 m2 di Gang Caladi 59, yang akhirnya menjadi nama merk kausnya dengan modal awal dari hasil penjualan kado pernikahannya dengan Maria Goreti Murniati. Mental entrepreneur Wiwied banyak ditempa ketika ia ikut seorang pengusaha keturunan di Bandung yang memperlakukannya secara keras.Pada awalnya Wiwied menjalankan usahanya dari order kanan kiri, ia juga ikut mendesain,memilih bahan, memotong,menjahit, menyablon sampai finishing disamping juga mencari order.


Usahanya meningkat ketika mendapatkan order dari Nichimen-perusahaan Jepang yang bergerak di bidang pestisida, kaus itu untuk dibagi-bagikan ke para petani.
Usahanya semakin terasa meningkat setelah mengikuti kegiatan Air Show 1986 di Jakarta yang diikuti pula oleh para peserta dari mancanegara.

Wiwied kemudian juga merambah bidang retail yang bermula dari menjual sisa order yang tidak memenuhi syarat yang ternyata juga diminati orang. Setelah usahanya meningkat, pada tahun 1992, ia kemudian pindah ke Jalan Tikukur no.10 yang kemudian memborong rumah di sekitarnya yakni no.4,7,8,9 yang kemudian ia jadikan kantor dan showroom produknya. Selain itu ia juga membuka showroom di daerah lain,seperti Balikpapan, Bali,Yogya dan kota lain sehingga kini ia memiliki sekitar 600 outlet di Indonesia dengan mempekerjakan sekitar 4000 karyawan.


Di mancanegara,Wiwied memiliki 60 showroom yang tersebar di Slowakia,Polandia, dan Czech dan bahkan kini ia juga sudah merambah jaringan Metro Dept.Store di Singapura. Keberhasilannya menembus mancanegara bermula dari beberapa stafnya yang bersekolah di luarnegeri yang biasanya membawa satu dua koper kaus C59 dan dijual pelan-pelan di sana, kemudian diadakan survey yang tenyata pasar di sana menguntungkan karena memiliki empat musim, sehingga tidak hanya bisa menjual t-shirt namun juga sweater atau jaket.


Wiwied juga memiliki sebuah pabrik di atas tanah seluas 4000m2 di daerah Cigadung, Bandung. Pabrik ini dibangun setelah mendapatkan kredit dari Robbie Djohan yang saat itu menjabat Dirut Bank Niaga pada tahun1993, ketika itu Bank Niaga memesan t-shirt ke C59. Di tahun yang sama pula ia mengubah bentuk usahanya menjadi PT. Caladi Lima Sembilan.
Keberhasilan Wiwied dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang telah ia terima, diantaranya Upakarti 1996, ASEAN Development Executive Award 2000-2001,Dan pemenang I Enterprise 50.


Filosofi bisnis Wiwied sendiri terinspirasi dari burung Caladi yang berasal dari bahasa Sunda yang berarti burung pelatuk. Wiwied mengartikan Caladi sebagai 5 citra dan 9 cita-cita, lima citra itu menggambarkan karakter sumberdaya manusia yang dimiliki C59 yakni, cakap, cerdik, cermat, cepat, dan ceria.Sedangkan 9 cita-citanya adalah customersatisfaction, company profit, confident working atmosphere, control, collaboration, clear mind, creativity, dan consultative. Wiwied juga ingin seperti burung pelatuk Woody Woodpecker yang tidak mau kalah dari pesaingnya, dan bila kita perhatikan burung pelatuk selalu fokus ketika mematuk pohon, Wiwied pun ingin selalu fokus di bidang garmen.


Salah satu kunci sukses Wiwied juga terletak pada penggalian ide desain yang tidak pernah berakhir, baginya riset desain sangatlah penting karena kekuatan produknya ada pada rancangan,apalagi industri t-shirt cepat berganti tren. Karyawannya pun mendapat kesempatan jalan-jalan untuk mencari ide-ide segar, bahkan ia membiarkan karyawannya untuk tidak masuk asalkan ketika ia masuk ia sudah membawa ide bagus.
Setiap desain yang akan dikeluarkan harus dipresentasikan lebih dulu, kemudian setelah terpilih, baru dilanjutkan dengan prosesi produksi, pemilihan bahan,teknik cetak,warna, dan sebagainya.


Wiwied juga terlihat sangat piawai membangun networking, ia selalu berusaha membangun hubungan baik dengan supplier, support, customer, dan government. Ia sangat percaya bahwa relationship adalah kunci kesuksesan dari bisnis. Wiwied mengaku kalau dia merupakan biangnya koperasi,untuk itu ia juga mendirikan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya, omset koperasinya saat ini sekitar Rp 600 juta. Ia bangga karena telah dapat mewujudkan impiannya untuk membuka lapangan kerja bagi banyak orang.
Sumber : yukbisnis.com

Bisnis Kue Kering

Kue kering atau yang biasa dikenal dengan istilah cookies bisa dibilang bisnis yang tak pernah kering. Jenis kue ini sering menjadi primadona pada saat-saat hari raya keagamaan terutama lebaran. Karakter kue yang tahan lama hingga berbulan-bulan membuat kue kering selalu dicari orang.

Kisah sukses berbisnis kue kering dialami oleh Dedi Hidayat dan istrinya Diah Susilawati, dengan bermodal Rp 2 juta pada saat memulai bisnis di tahun 1996 lalu, kini dua orang ini menjadi pengusaha sukses dengan omset hingga Rp 15 miliar per tahun.

Melalui bendera J & C yang merupakan kependekan kata dari 2 nama putra-putrinya yaitu Jody dan Cindy (J & C), Dedi dan Diah meretas bisnis kue kering atau jenis roombutter.

Kisah awalnya, Dedi menuturkan kepiawaian sang istri yang pintar membuat kue menjadi titik cerah usahanya, meskipun dia mengakui keterampilan sang istri tidak muncul begitu saja, melainkan muncul setelah rajin mengikuti kursus dan rajin melakukan eksperimen membuat kue.

"Waktu krismon 1997 lalu jenis-jenis roti kurang diminati, saya melihat ada peluang di kue kering," kata Dedi saat ditemui di pabriknya Bandung akhir pekan lalu.

Hingga sampai saat ini setidaknya ia telah mampu membuat 54 jenis Kue kering roombutter yang telah dipasarkan di dalam negeri maupun di ekspor ke Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.

"Produk kita sudah masuk ke Singapura, sejak setahun lalu karena ikut pameran," ucapnya.

Dibantu oleh kurang lebih 400 karyawannya bisnisnya semakin menggeliat terutama memasuki bulan-bulan puasa dan lebaran. Bahkan ia memperkirakan bisnisnya pada tahun ini akan mengalami kenaikan hingga 35% dari tahun sebelumnya.

Untuk menghadapi lebaran tahun ini saja, ia mengatakan modal kerja yang diperlukan mencapai Rp 8 miliar, khusus untuk memenuhi pasokan Bandung dan Jakarta, sehingga ia memperkirakan omset per tahunnya mencapai sekitar Rp13-15 miliar.

Dikatakannya tantangan bisnisnya sampai sekarang ini adalah masalah pengemasan atau packaging, khususnya untuk kue kering yang akan diekspor ke luar negeri. Pengemasan sangat penting dalam menjaga kualitas produknya.

Sementara itu Jodi Janitra, salah seorang putra Dedi mengatakan tantangan bisnis kedua orang tuanya kedepan antara lain mengembangkan usaha ini menjadi waralaba meski untuk mencapainya tidak lah mudah terutama dalam menjaga kualitas adonan kue kering dan kualitas kontrol.

Saat ini saja, lanjut Jodi, permintaan Kue kering J & C sangat tinggi khususnya memasuki masa lebaran yang bisa mencapai 4000 toples per hari sedangkan kalau hari biasa hanya mencapai 100-200 toples per hari.

Tawarkan Keagenan J & C

Meski belum masuk dalam status usaha waralaba, J & C tawarkan konsep keangenan sebagai distribusi produk-produk J & C. Dimana para calon agen terbagi menjadi dua yaitu agen biasa dan agen khusus.

Menurut Dedi, sampai saat ini J & C telah mengantongi 7 keagenan khusus diantaranya 1 di Batam dan 6 agen di Jakarta, sedangkan untuk agen biasa sudah mencapai 1000 lebih yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Kalau mau jadi agen biasa itu minimal pembelain 30 lusin (toples) atau Rp 13 juta, untuk agen khusus Rp 400 juta sebanyak 1000 lusin," imbuhnya.

sumber:detikfinance.com

Bisnis Wrapping

Bisnis pembungkusan kado alias wrapping, kalau dikembangkan secara serius, ternyata mampu menjadi ladang bisnis menggiurkan. Lihat saja Grow Gift Shop (GGS) di dekat kampus Institut Tekonologi Bandung, tepatnya di Jalan Pagar Gunung, Bandung. Toko kado seluas 300-an m2 ini tak pernah sepi pelanggan. Bahkan, saat Natal, Lebaran dan Tahun Baru pengunjung yang membludak bisa memacetkan kawasan di sekitar jalanan tersebut.
Diakui Stefanie Kurniadi, Direktur Strategic Planning CreasionBrand, GGS menjadi top of mind di kalangan anak muda. “Karena fokus menggarap pasar remaja.” katanya. Menurutnya, di Bandung ada dua pemain yang kuat di kategori toko kado. Selain GGS, ada Celebrate. Pengakuan senada disampaikan Pery Tristianto, raja factory outlet yang belakangan merambah bisnis resto dan tempat wisata. “Ada dua nama pebisnis gift shop yang terkenal di Kota Kembang ini, Grow Gift Shop dan Celebrate Gift Shop,” ujar Perry. Menurutnya, para pengelola bisnis toko pernak-pernik hadiah ini biasanya orang-orang muda yang sudah memiliki komunitas sendiri. Mereka memang hobi membeli pernak-pernik hadiah untuk kawan-kawannya. “Bisnis yang mereka geluti biasanya adalah sesuatu yang menjadi hobi mereka. Bisnis ini cukup eksis di Bandung,” katanya.
Ya, bermula dari hobi, GGS dibesut Billy Chandra bersama adik iparnya, Victor Yoramsa, pada 30 Juni 2000. Billy yang gemar memberikan hadiah dan bingkisan bagi teman-temannya terinspirasi membangun usaha wrapping. “Dulu saya, kalau mau kasih kado buat teman, membungkusnya ke toko buku,” ungkap Billy mengenang. Apalagi, sejak SMA, mereka berdua sudah senang berjualan boneka meski temporer dan kecil-kecilan. Dengan modal Rp 150 juta, Billy pun menjalankan debutnya sebagai entrepreneur. Ia tak pernah tergelitik untuk memanfaatkan ijazah sarjana teknik industri dari Universitas Parahyangan, Bandung, untuk mencari kerja. Langkahnya sudah mantap. Ia mengalokasikan modal tersebut untuk sewa tempat dan membeli pengadaan barang.
Dituturkan Billy, ketika itu belum ada toko khusus wrapping. “Kalaupun ada tempat wrapping, baru toko buku yang menawarkan jasa bungkus kado ini,” katanya. Bersama Victor, ia terjun langsung melayani pelanggan dibantu tiga karyawan plus kasir. Enam bulan pertama, GGS menggaungkan kehadirannya melalui radio dan koran setempat, plus promosi getok tular dari pelanggan yang berkunjung ke GGS. GGS yang membawa tren baru pun cepat menyebar, terutama di kalangan remaja. Dalam perjalanannya, toko kado ini disukai semua orang lintas-usia. Bahkan, GGS melayani wrapping untuk seserahan orang kawinan. Dan, tak sedikit perusahaan, antara lain PT Telkom Indonesia dan BCA, menjadi pelanggannya untuk event-event promo. “Penjualan bisa meningkat tiga kali lipat pada momen-momen Valentine,” tuturnya.
Periode 2002-05 merupakan puncak pertumbuhan terbaik GGS. “Tumbuh sangat cepat,” kata Billy. Sukses dengan gerai pertama, mereka mengepakkan sayap GGS ke Istana Plaza, Point Samudera sampai Bandung Indah Plaza yang dulu sempat menolaknya — semuanya di Bandung. Jumlah karyawan pun sudah mencapai 50-an orang. Saat ini dengan 7 gerai termasuk gerai di Gramedia Bandung yang hanya menawarkan jasa wrapping, GGS membukukan omset Rp 300 juta per bulan.
Billy sangat hati-hati mengembangkan GGS. Ia memastikan dulu bahwa satu gerainya berkembang, baru membuka gerai yang lain. Tahun ini, ia mengembangkan cabang ke luar Bandung dengan pilihan kota Bekasi, persisnya di Mal Metropolitan. Modal investasinya kali ini cukup besar, sekitar Rp 250 juta untuk area sekitar 30 m2. Dan, tak menutup kemungkinan untuk pengembangan ke Jakarta. ”Saya ke Bekasi dulu. Baru nanti merambah Jakarta,” tutur Billy yang mengaku hingga saat ini belum bermitra dengan pihak lain untuk ekspansi gerainya.
Meski saat ini marak toko-toko penjual barang-barang merchandise dan cenderamata seperti boneka, alat sekolah, aksesori dan mainan, Billy tak gentar. “Saya punya passion, apalagi dulu belum ada yang buat konsep seperti ini, jadi senang juga menjalani bisnis ini,” katanya. GGS sejak awal tidak menjual beragam hadiah, tetapi berkonsentrasi pada pasar muda sehingga barang-barang yang ditawarkan juga yang sesuai dengan pasar itu. “Kami juga tak menjual barang-barang fancy seperti aksesori karakter Barby atau Stroberi.”
Berbagai barang hadiah diperolehnya baik dari dalam maupun luar negeri seperti Cina. Namun, boks-boks kado saat ini sudah diproduksi sendiri di Bandung. Sejalan dengan perkembangan bisnis, ia pun mulai mengelola bisnis secara profesional dan modern. “Dulu sangat kekeluargaan, sekarang mengelola serius bisnisnya. Struktur organisasi diperjelas,” ungkap Billy yang menempatkan manajer operasional, manajer toko dan kepala gudang di setiap gerai. Interkoneksi antarcabang pun sudah computerized. Semua data terkirim ke pusat di Pager Gunung, Dago, Bandung. Yang terbilang masih manual di tempat ini mungkin harga banderol yang belum menggunakan sistem barcode untuk kerja yang lebih efisien. “Dalam waktu dekat kami akan gunakan sistem ini,” ujar Billy yang menggaet konsultan pemasaran untuk membangun citra merek.
Menurut Billy, logo dengan warna biru, ungu dan hijau terdiri dari tiga batang pohon yang berjejer dari satu ranting, tumbuh menjadi dua ranting, dari dua ranting tumbuh menjadi tiga dan seterusnya mencerminkan filosofi bisnis GGS yang diyakininya akan terus tumbuh. Agar terus bertahan, tiap hari ia berinovasi dengan melihat tren produk yang digemari pasar muda. GGS juga intens berkampanye melalui selebaran leaflet, banner sampai beriklan di radio dan media online. “Yang terpenting bagi kami, kalau bicara kado, orang akan ingat Grow,” ujar Billy yang terus meremajakan tampilan interior GGS untuk menarik perhatian pengunjung. Sementara untuk meningkatkan keterampilan SDM dalam mengemas kado, ia terus memberi pelatihan kepada karyawan.
GGS ingin memberikan one stop service bagi semua pengunjung yang terkait dengan cenderamata dan wrapping. Nilai tambah yang diingat pelanggan adalah proses wrapping yang ditawarkan dan menjadi identitasnya. Makanya, tak jarang orang yang membawa berbagai hadiah, seperti mobil-mobilan, BlackBerry sampai mobil mewah, datang hanya untuk wrapping. “Kami lakukan training untuk karyawan tentang bagaimana mereka memadukan warna dan kemasannya agar menjadi bagus,” imbuhnya.
Ke depan, Billy akan mengembangkan usahanya dengan pola kemitraan seperti waralaba atau business opportunity. “Untuk satu-dua tahun ini belum karena masih melakukan pembenahan internal. Kalau belum profesional benar, kami belum berani kerja sama dengan pihak lain.”
Di mata Denny Kusnadjaja, pemilik Rumah Bagoes — gift shop yang menjual kerajjinan tangan dari bahan daur ulang –, pemilik GGS fokus membidik pasar dan membuat positioning sebagai toko kado. “Tapi, Rumah Bagoes punya ciri sendiri,” ungkap Denny. Di Bandung, ia mengaku GGS dan Celebrate yang mendominasi pasar gift shop. “Saya gak mau jual boneka karena nanti perang sama Grow. Secara pasar, saya tak mau kompetisi dan secara pribadi saya tak mau merusak identitas Rumah Bagoes,” katanya.(*)
Reportase: Siti Ruslina

sumber: http://swa.co.id/2010/08/kisah-billy-dan-victor-membangun-bisnis-wrapping/

Selasa, 19 Oktober 2010

Bisnis Kerajinan Wadah Cantik

Akhir-akhir ini kebutuhan wadah cantik untuk berbagai keperluan. Misalnya untuk tempat kado, tempat kue atau coklat, tempat perhiasan, tempat menghantar lamaran, tempat souvenir dan yang lainnya cukup banyak diminati. Wadah cantik ini merupakan media untuk menyimpan dan membungkus sesuatu yang sering kita gunakan ketika menghantarkan kado atau sesuatu hadiah untuk sahabat, saudara, atau teman.
Masyarakat sekarang tak lagi harus susah-susah untuk membungkus kado yang ingin diberikan. Semua orang ingin serba cepat tanpa repot-repot membuat, cukup kado dimasukkan dalam wadah cantik yang memberikan kesan menarik bagi si penerima dan tinggal dihantarkan kepada tujuan. Hmmm…, ini adalah peluang empuk buat anda yang bisa memanfaatkannya. Dengan memainkanide-ide kreatif yang anda miliki, peluang ini akan bisa menjadi milik anda.
Melihat wadah cantik yang beredar di pasaran bisa juga akan menjadi inspirasi untuk membuka sebuah usaha ini. Wadah cantik ini menggunakan bahan baku yang cukup sederhana, dengan modal cukup dan tidak terlalu besar kita dapatmemulai usaha wadah cantik ini dan mengembangkannya menjadi bisnis atau usaha.
Pelung bisnis kerajinan wadah cantik ini memang cukup menjanjikan, karena hampir tidak pernah sepi dari peminatnya yang ingin menjadikannya sebagai wadah hantaran. Coba saja jika berkunjung ke suatu pusat perbelanjaan ataupun mall-mall pasti disitu akan menemukan usaha yang menjual wadah cantik sebagai kotak kado sampai kadonya dengan berbagai macam pilihan dan juga berbagai jenis ukuran wadah ataupun kadonya, anda dapat membelinya sesuai dengan keinginan.
Harga jual wadah cantik inipun bervariasi, berdasarkan ukuran dan hiasan yang ada pada wadah. Biasanya berkisar antara Rp 5.000-tak terhingga.
Bahan yang di gunakan untuk membuat wadah cantik inipun sangat sederahana yakni kertas, berbekal keterampilan berkreasi dan kertas berwarna menarik dan kokoh dapat menghasilkan kotak kado dengan seni yang bagus dan bermutu tinggi.
Kebutuhan bahan:
  • Kertas karton dengan ketebalan 40 cm
  • Kertas hias atau kertas daur ulang dan hiasan-hiasan lain
Pemasaran:
Dari mulut ke mulut, galeri, department-department store atau membuka toko sendiri, serta rajin ikut pameran.
Sumber gambar:  Tim bisnisUKM

Bisnis toko buku modern makin diminati

Bermula dari hobi baca buku, lalu berlanjut jadi pengusaha toko buku sekelas Borders. Konon dengan bermodalkan Rp2 miliar, mereka optimis dalam tiga tahun balik modal. Bahkan dalam tempo kurang dua tahun ada yang sudah membuka gerai ketiganya.
Ingin mencari buku terbaru terbitan mancanegara? Kini tidak perlu lagi ke toko buku Borders di Singapura atau di negara lainnya, karena di Jakarta pun sudah ada toko buku sekelas itu.Belakangan ini bisnis toko buku tidak lagi melulu gaya konvensional seperti yang sudah ada, sebut saja, Gramedia, Office One Superstore, Kharisma, Utama, Gunung Agung dan Walisanga.Atau toko buku yang menjajakan terbitan mancanegara seperti Times dan Rubino di Plaza Indonesia, Kinokuniya yang berada di dalam Sogo dan Maruzen yang menyatu dengan Pasaraya-nya.
Adalah Quality Buyers World (QB World) yang dimiliki oleh Richard Oh dan Ak.sa.ra yang dimotori oleh mantan wartawan Wimfred Hutabarat. Meski belum sebesar Borders, tetapi kedua toko buku ini tidak hanya memanjakan para pembeli dan pembaca dengan sofa empuknya, tetapi juga dilengkapi dengan cafe dan terkadang life music.Berada lama-lama di dalam toko buku gaya konvensional kadang merasa malas lantaran penataannya yang kurang apik. Berbeda jika memasuki toko buku di luar negeri misalnya. Sarana yang disediakan begitu nyaman dengan hadirnya sofa-sofa empuk. Bahkan pelanggan seperti berada di perpustakaan pribadi.
Di negeri sendiri konsep klise toko buku yang hanya sekedar berisi rak buku dan alat tulis, sudah ditinggalkan. Apalagi setelah melihat minat pembeli buku bermutu di tanah air mempunyai pasar potensial.Gejala ini kian menyemangati para hobi membaca akhirnya turun membuka usaha toko buku. Tantangan inilah yang dijawab oleh dua pemilik toko buku QB World dan Ak.sa.ra.Memasuki toko buku Ak.sa.ra di kawasan Kemang yang belum genap setahun ini, para pelanggan akan langsung menemukan kenyamanan. Misalnya sapaan ramah pramuniaga serta ruangan yang besar. Kemudian terdengar sayup-sayup irama musik jazz.Winfred Hutabarat, salah satu pemilik dari tiga orang pendiri toko buku Ak.sa.ra ini membuka usaha tokobuka lantaran hobi membaca. Sementara seringkali buku yang dicarinya harus dibeli di luar negeri."Dulu kalau transit di bandara Changi, Singapura saya tidak pernah terlewatkan untuk membeli buku," ujar Winfred sambil menandaskan harga buku di sana 5%-10% lebih murah dari dalam negeri.
Merasakan sendiri sulitnya mencari buku-buku bermutu, maka bersama dua rekannya dia membuka usaha toko buku. Menempati areal seluas 1.200 meter persegi, sedikitnya Winfred mengeluarkan investasi di atas Rp2 miliar.Untuk kondisi seperti Indonesia sekarang ini, banyak penyalur buku yang mengharuskan bayar cash. Namun dia optimistis target kembali modal dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun."Para pembaca atau hobi buku ini memiliki pangsa pasar tersendiri. Jadi berapapun harga buku yang dicarinya pasti dibeli," ujar Winfred, sembari menambahkan harga buku di tempanya mulai dari Rp7.500 sampai Rp1 juta.Lantaran memiliki pasar yang jelas, maka dia tidak khawatir dengan persaingan toko buku di masa depan. Justru sebenarnya keberadaan pesaing menambah semarak dan semangatnya berbisnis ini.Mantan wartawan itu kemudian mengubah image toko buku yang hanya menyajikan buku serta stationery dengan menambah fasilitas hiburan, permainan, dan ruang diskusi. Maka tidak heran jika pelanggan yang datang ke Ak.sa.ra, akan merasakan suasana nyaman dan mudah dalam melakukan pencarian buku.
Winfred menyebutkan kategori buku berdasarkan sub judul atau tema. Dengan begitu buku berbahasa Indonesia dan Inggris diletakkan berdampingan asalkan temanya sama.Selain itu di sini ada ruangan khusus anak-anak lengkap dengan alat peraga dan permainannya. Belum lagi interior pendukungnya, menjadikan anak betah dan ingin berlama-lama dengan buku.Tiap awal bulan Ak.sa.ra mendatangkan pendongeng atau pencerita untuk membacakan buku bagi anak-anak. Selain itu, pihaknya juga pernah menampilkan musisi jazz Benny Likumahua manggung di tempatnya. "Kami ingin mengajak pelanggan bahwa toko buku bukan sekedar jualan, tapi ada apresiasi seni di dalamnya," jelas Winfred.Kemudian, di sini juga terdapat ruangan diskusi berupa seperangkat sofa dan meja. Bahkan di bagian depan rak-rak buku terdapat kursi sehingga membuat nyaman pelanggan.Menurut dia, masyarakat sudah bosan dengan gaya konservatif seperti toko buku yang ada sekarang. "Mencari buku membutuhkan waktu yang lama. Karena itu mereka harus diberi fasilitas senyaman mungkin agar tidak cepat lelah."
Dengan demikian, sambungnya toko buku di masa depan setidaknya sama dengan beberapa toko buku terkenal di luar negeri. "Pelanggan akan merasakan seperti berada di rumah dan dapat membaca dulu bagian penting buku yang mungkin pada awalnya bukan target utama untuk dibeli."Sedangkan pelanggan yang dibidiknya adalah para pencinta buku. Winfred menjelaskan saat ini, peminatnya memang masih lebih banyak ekspatriat. "Mungkin karena letaknya di kawasan Kemang pasarnya lokalnya masih sedikit."Hal itu juga diakui oleh Marzudi, karyawan toko buku Rubino. "Majalah, novel dan buku-buku terbitan Amerika Serikat jauh lebih diminati dari produk Eropa. Yang paling banyak diminati majalah komputer, otomotif dan majalah wanita." Pembeli tetapnya adalah mahasiswa dan profesional muda yang berasal dari kalangan menengah atas.
Untuk menarik perhatian pelanggan, Ak.sa.ra juga menawarkan fasilitas keanggotaan. Disamping itu pihaknya memberikan voucher senilai Rp100.000 untuk pembelian buku seharga Rp1 juta.Selain itu, lanjutnya, Ak.sa.ra berupaya semaksimal mungkin memuaskan pelanggan dengan kelengkapan koleksi buku-bukunya. Untuk saat ini "Adakalanya pelanggan dapat memesan buku di sini dan sedapat mungkin kami mencarikan buku tersebut ke agen atau penerbitnya langsung."Senada dengan pernyataan di atas juga diungkapkan Richard Oh pemilik toko buku QB World di Jl. Sunda Menteng. Seperti Ak.sa.ra konsep yang ditawarkan juga jauh dari kesan konservatif.Di sini bahkan para pelanggan bebas mencari atau membaca buku sambil duduk-duduk. Richard menjelaskan berkat kecintaannya pada buku menjadikan dirinya membuka usaha toko buku. Apalagi dia mengaku sudah cukup lelah mencari buku ke luar negeri. "Modalnya cuma senang membaca. Maka untuk memenuhi selera dan hobi tersebut saya buka QBW," ujar Richard.
Setelah setahun menghadirkan QBW di tengah masyarakat, Richard kembali membuka cabang di Plaza Senayan. Hanya saja toko tersebut tidak sebesar di Jl. Sunda. "Kehadiran kami di Plaza Senayan sekedar melengkapi outlet buku yang belum ada di sana," ujarnya.Pada Agustus 2001, QWB akan hadir di Pondok Indah menempati areal bekas Country Kitchen. Keberadaan toko tersebut kata Richard bukan sekedar memperluas jaringan, melainkan menutupi cost dan biaya operasional sehari-hari. "Bisnis ini banyak kerjanya, margin-nya cukup."Menurut Richard, peminat buku di tanah air cukup signifikan. Dengan alasan itu target pasarnya adalah kalangan kelas atas. Meski begitu di QWB juga menyediakan buku seharga Rp16.000 atau yang paling murah.Dia mengaku investasi yang dikeluarkan di atas Rp2 miliar ini merupakan bisnis jangka panjang. "Jadi jangan berharap bisa kembali modal dalam waktu dekat. Ini bukan bisnis pakaian glamour," tandas Richard.Meski begitu dia optimistis lantaran memiliki data base yang bagus tentang customer-nya, karena juga menggunakan sistem keanggotaan, perlahan tapi pasti bisnis toko buku punya masa depan bagus.
Sumber : bisnisukm.com


Bisnis Baju Muslimah

Berbekal dengan adanya kewajiban para muslimah untuk menutup aurat, ternyata dapat dijadikan sebagai prospek bisnis yang sangat bagus. Salah satu peluang bisnisyang dapat dijalankan yaitu mencoba bisnis baju muslimah. Saat ini bisnis baju muslimah telah banyak dilirik para wanita, karena bisnis tersebut menjanjikan keuntungan yang cukup besar.
Selain memberikan keuntungan yang cukup besar, bisnis baju muslim juga memiliki target pasar yang cukup jelas. Sehingga para pelaku usaha tidak terlalu sulit menawarkan produk baju muslimah.

Konsumen
Sasaran pasar untuk bisnis baju muslimah yaitu khusus bagi para wanita muslim, dan seluruh wanita pada umumnya. Saat ini minat konsumen akan baju muslimah cenderung meningkat, karena desain baju muslim sekarang mengikuti perkembangan mode fesyen yang terus berputar. Model yang dihasilkan jadi lebih modis dan nyaman dipakai. Sehingga baju muslimah yang biasanya sangat ramai dicari para konsumen pada bulan ramadhan ataupun menjelang lebaran, juga tetap ramai dicari konsumen pada hari – hari biasa.

Produk
Dalam menjalankan bisnis baju muslimah, kualitas produk menjadi jaminan utama bisnis tersebut. Sesuaikan produk yang kita miliki dengan tren yang beredar di pasaran saat ini, karena desain yang menarik dan mengikuti tren terbaru banyak diminati para konsumen. Sehingga para pelaku usaha sebaiknya memiliki pengetahuan desain, perkembangan mode, dan tren warna yang diminati pasar.
Jika Anda belum dapat memproduksi sendiri, berikut kami berikan informasi mengenai beberapa tempat pusat kulakan baju muslimah dengan harga murah dan koleksi yang cukup lengkap, yaitu di daerah Kawalu( Tasikmalaya ), Soreang ( Bandung ), atau di daerah Tanah Abang ( Jakarta ).

Peluang Bisnis
Ramainya peluang bisnis baju muslimah, membuat persaingan bisnis di bidang tersebut cukup tinggi.  Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi Anda untuk mencari peluang usaha di bidang tersebut. Jika Anda memiliki modal yang cukup besar, Anda dapat memproduksi sendiri baju muslimah yang akan Anda pasarkan. Namun jika Anda belum memiliki modal yang cukup, selain mencari langsung barang dagangan ke pusat grosir, Anda juga dapat menjadi agen dari produk baju muslimah yang telah memiliki brand. Misalnya saja menjadi agen baju muslimah dengan brand yang cukup terkenal seperti Dannis, Rabbani, Permata, Taaj, Pasmira, Shabrina, Shasmira, Sik Clothing, dll. Biasanya brand yang telah terkenal memberikan potongan harga bagi para agennya, mulai dari 10% hingga 50%.
Analisa ekonomi
Misalnya : mengambil contoh menjadi agen baju muslimah “ Sik Clothing ”

Modal awal
Pembelian produk awal  ( minimal 20 pcs )
Dengan rata – rata harga Rp 85.000,00 / pcs
( Rp 85.000,00 x 20 pcs )      =   Rp 1.700.000,00

Laba / satu kodi
Laba untuk sik clothing : 25 % untuk tiap pcs
( Rp 85.000,00 x 25% ) x 20 pcs = Rp 425.000,00

Sumber gambar : http://wb3.itrademarket.com dan sikclothingwonosobo.blogspot.com


Potensi Batik di Kalangan Pasar Anak Muda

Udara segar Indonesia akan semakin terasa segar bagi para pengrajin batik Indonesia, sebab kemarin tgl 1 Oktober 2009, Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membawahi masalah kebudayaan, UNESCO, telah menyetujui batik sebagai warisan budaya tak benda yang dihasilkan oleh Indonesia.
Pada hari tersebut, secara serempak diseluruh Indonesia banyak orang beramai-ramai ikut berpartisipasi dengan memakai baju batik sebagai wujud rasa apresiasi. Sungguh pemandangan yang apik. Namun janganlah kita terlena dengan kehormatan yang baru saja diberikan UNESCO akan pengakuan batik sebagai warisan budaya Indonesia tersebut. Perjuangan untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa yang memiliki potensi culture dan ekonomis yang amat besar harus terus kita jaga dan kembangkan.
Untuk menjawab tantangan zaman itulah, kain tradisional khas Nusantara itu hadir dalam model yang semakin modis dan bisa dikenakan di segala suasana. Batik saat ini tidak hanya dikenakan pada sejumlah acara resmi, tetapi bisa dikenakan dalam acara apa pun, seperti ketika pergi ke kantor, jalan-jalan, ke acara pesta atau sekadar bersantai di rumah.
Keberadaan batik yang semakin membooming dewasa ini ternyata berdampak pula pada perilaku anak muda Indonesia. Dibeberapa tempat nongkrong atau tempat gaul seperti mall, sering kita melihat sekumpulan anak muda yang sudah akrab dengan pakaian batik, tapi tentu saja batik dengan sentuhan modern. Hal ini merupakan hasil dari kreativitas para desainer saat ini yang mampu membaca keinginan orang-orang muda dan memadukannya dengan peninggalan budaya batik.
Inovasi dalam hal motif, warna, hingga model baju batik merupakan salah satu trik jitu untuk menyelaraskan batik terhadap perkembangan zaman. Berkat ide dan sentuhan seni para desainer maupun pengrajin batik, batik lahir menjadi karya etnik modern dengan tampilan yang lebih cantik, eksklusif, elegan, dan dinamis.
Dari segi warna, selain penggunaan warna cokelat dan warna-warna gelap, aneka warna yang lebih beranipun ikut mewarnai batik kreasi modern. Begitupula dengan penciptaan motif, motif tabrak, model modern, dan gaul pun berani diusung untuk menciptakan sebuah karya yang indah dan tidak ketinggalan zaman. Bahkan ada model batik harazuku ala jepang yang diciptakan untuk memperluas pasar dengan membidik pangsa pasar ekspor. Memang batik Indonesia banyak disukai oleh para wisatawan asing. Potensi ekonomi yang besar ini harus terus kita kelola agar batik Indonesia semakin baik di mata dunia.
Beberapa produk batik modern yang sedang digandrungi oleh kalangan anak muda Indonesia saati ini ada jaket batik, kaos batik, tas batik, bahkan sepatu batik, yang mungkin bisa menjadi inspirasi baru usaha anda.
Diolah dari berbagai sumber
Sumber gambar:
http://www.rumahbatiksolo.com/gambar/kataloggambar01458besar.jpg
http://senimandjakarta.blog.friendster.com/files/adidasbatik2_2.jpg
http://grosirgrosir.files.wordpress.com/2009/05/kaos-batik-01.jpg
http://wb3.indo-work.com/pdimage/40/807840_kembenrokbatik2rp.75.000.jpg
http://sitijenang.wordpress.com/2008/02/15/tren-busana-baru-batik-indonesia/
http://iklanlover.com/wp-content/uploads/470/baikbatik100.JPG
http://gogirlmagz.com/beta/uploads/images/batik4.jpg