Selasa, 19 Oktober 2010

Bisnis toko buku modern makin diminati

Bermula dari hobi baca buku, lalu berlanjut jadi pengusaha toko buku sekelas Borders. Konon dengan bermodalkan Rp2 miliar, mereka optimis dalam tiga tahun balik modal. Bahkan dalam tempo kurang dua tahun ada yang sudah membuka gerai ketiganya.
Ingin mencari buku terbaru terbitan mancanegara? Kini tidak perlu lagi ke toko buku Borders di Singapura atau di negara lainnya, karena di Jakarta pun sudah ada toko buku sekelas itu.Belakangan ini bisnis toko buku tidak lagi melulu gaya konvensional seperti yang sudah ada, sebut saja, Gramedia, Office One Superstore, Kharisma, Utama, Gunung Agung dan Walisanga.Atau toko buku yang menjajakan terbitan mancanegara seperti Times dan Rubino di Plaza Indonesia, Kinokuniya yang berada di dalam Sogo dan Maruzen yang menyatu dengan Pasaraya-nya.
Adalah Quality Buyers World (QB World) yang dimiliki oleh Richard Oh dan Ak.sa.ra yang dimotori oleh mantan wartawan Wimfred Hutabarat. Meski belum sebesar Borders, tetapi kedua toko buku ini tidak hanya memanjakan para pembeli dan pembaca dengan sofa empuknya, tetapi juga dilengkapi dengan cafe dan terkadang life music.Berada lama-lama di dalam toko buku gaya konvensional kadang merasa malas lantaran penataannya yang kurang apik. Berbeda jika memasuki toko buku di luar negeri misalnya. Sarana yang disediakan begitu nyaman dengan hadirnya sofa-sofa empuk. Bahkan pelanggan seperti berada di perpustakaan pribadi.
Di negeri sendiri konsep klise toko buku yang hanya sekedar berisi rak buku dan alat tulis, sudah ditinggalkan. Apalagi setelah melihat minat pembeli buku bermutu di tanah air mempunyai pasar potensial.Gejala ini kian menyemangati para hobi membaca akhirnya turun membuka usaha toko buku. Tantangan inilah yang dijawab oleh dua pemilik toko buku QB World dan Ak.sa.ra.Memasuki toko buku Ak.sa.ra di kawasan Kemang yang belum genap setahun ini, para pelanggan akan langsung menemukan kenyamanan. Misalnya sapaan ramah pramuniaga serta ruangan yang besar. Kemudian terdengar sayup-sayup irama musik jazz.Winfred Hutabarat, salah satu pemilik dari tiga orang pendiri toko buku Ak.sa.ra ini membuka usaha tokobuka lantaran hobi membaca. Sementara seringkali buku yang dicarinya harus dibeli di luar negeri."Dulu kalau transit di bandara Changi, Singapura saya tidak pernah terlewatkan untuk membeli buku," ujar Winfred sambil menandaskan harga buku di sana 5%-10% lebih murah dari dalam negeri.
Merasakan sendiri sulitnya mencari buku-buku bermutu, maka bersama dua rekannya dia membuka usaha toko buku. Menempati areal seluas 1.200 meter persegi, sedikitnya Winfred mengeluarkan investasi di atas Rp2 miliar.Untuk kondisi seperti Indonesia sekarang ini, banyak penyalur buku yang mengharuskan bayar cash. Namun dia optimistis target kembali modal dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun."Para pembaca atau hobi buku ini memiliki pangsa pasar tersendiri. Jadi berapapun harga buku yang dicarinya pasti dibeli," ujar Winfred, sembari menambahkan harga buku di tempanya mulai dari Rp7.500 sampai Rp1 juta.Lantaran memiliki pasar yang jelas, maka dia tidak khawatir dengan persaingan toko buku di masa depan. Justru sebenarnya keberadaan pesaing menambah semarak dan semangatnya berbisnis ini.Mantan wartawan itu kemudian mengubah image toko buku yang hanya menyajikan buku serta stationery dengan menambah fasilitas hiburan, permainan, dan ruang diskusi. Maka tidak heran jika pelanggan yang datang ke Ak.sa.ra, akan merasakan suasana nyaman dan mudah dalam melakukan pencarian buku.
Winfred menyebutkan kategori buku berdasarkan sub judul atau tema. Dengan begitu buku berbahasa Indonesia dan Inggris diletakkan berdampingan asalkan temanya sama.Selain itu di sini ada ruangan khusus anak-anak lengkap dengan alat peraga dan permainannya. Belum lagi interior pendukungnya, menjadikan anak betah dan ingin berlama-lama dengan buku.Tiap awal bulan Ak.sa.ra mendatangkan pendongeng atau pencerita untuk membacakan buku bagi anak-anak. Selain itu, pihaknya juga pernah menampilkan musisi jazz Benny Likumahua manggung di tempatnya. "Kami ingin mengajak pelanggan bahwa toko buku bukan sekedar jualan, tapi ada apresiasi seni di dalamnya," jelas Winfred.Kemudian, di sini juga terdapat ruangan diskusi berupa seperangkat sofa dan meja. Bahkan di bagian depan rak-rak buku terdapat kursi sehingga membuat nyaman pelanggan.Menurut dia, masyarakat sudah bosan dengan gaya konservatif seperti toko buku yang ada sekarang. "Mencari buku membutuhkan waktu yang lama. Karena itu mereka harus diberi fasilitas senyaman mungkin agar tidak cepat lelah."
Dengan demikian, sambungnya toko buku di masa depan setidaknya sama dengan beberapa toko buku terkenal di luar negeri. "Pelanggan akan merasakan seperti berada di rumah dan dapat membaca dulu bagian penting buku yang mungkin pada awalnya bukan target utama untuk dibeli."Sedangkan pelanggan yang dibidiknya adalah para pencinta buku. Winfred menjelaskan saat ini, peminatnya memang masih lebih banyak ekspatriat. "Mungkin karena letaknya di kawasan Kemang pasarnya lokalnya masih sedikit."Hal itu juga diakui oleh Marzudi, karyawan toko buku Rubino. "Majalah, novel dan buku-buku terbitan Amerika Serikat jauh lebih diminati dari produk Eropa. Yang paling banyak diminati majalah komputer, otomotif dan majalah wanita." Pembeli tetapnya adalah mahasiswa dan profesional muda yang berasal dari kalangan menengah atas.
Untuk menarik perhatian pelanggan, Ak.sa.ra juga menawarkan fasilitas keanggotaan. Disamping itu pihaknya memberikan voucher senilai Rp100.000 untuk pembelian buku seharga Rp1 juta.Selain itu, lanjutnya, Ak.sa.ra berupaya semaksimal mungkin memuaskan pelanggan dengan kelengkapan koleksi buku-bukunya. Untuk saat ini "Adakalanya pelanggan dapat memesan buku di sini dan sedapat mungkin kami mencarikan buku tersebut ke agen atau penerbitnya langsung."Senada dengan pernyataan di atas juga diungkapkan Richard Oh pemilik toko buku QB World di Jl. Sunda Menteng. Seperti Ak.sa.ra konsep yang ditawarkan juga jauh dari kesan konservatif.Di sini bahkan para pelanggan bebas mencari atau membaca buku sambil duduk-duduk. Richard menjelaskan berkat kecintaannya pada buku menjadikan dirinya membuka usaha toko buku. Apalagi dia mengaku sudah cukup lelah mencari buku ke luar negeri. "Modalnya cuma senang membaca. Maka untuk memenuhi selera dan hobi tersebut saya buka QBW," ujar Richard.
Setelah setahun menghadirkan QBW di tengah masyarakat, Richard kembali membuka cabang di Plaza Senayan. Hanya saja toko tersebut tidak sebesar di Jl. Sunda. "Kehadiran kami di Plaza Senayan sekedar melengkapi outlet buku yang belum ada di sana," ujarnya.Pada Agustus 2001, QWB akan hadir di Pondok Indah menempati areal bekas Country Kitchen. Keberadaan toko tersebut kata Richard bukan sekedar memperluas jaringan, melainkan menutupi cost dan biaya operasional sehari-hari. "Bisnis ini banyak kerjanya, margin-nya cukup."Menurut Richard, peminat buku di tanah air cukup signifikan. Dengan alasan itu target pasarnya adalah kalangan kelas atas. Meski begitu di QWB juga menyediakan buku seharga Rp16.000 atau yang paling murah.Dia mengaku investasi yang dikeluarkan di atas Rp2 miliar ini merupakan bisnis jangka panjang. "Jadi jangan berharap bisa kembali modal dalam waktu dekat. Ini bukan bisnis pakaian glamour," tandas Richard.Meski begitu dia optimistis lantaran memiliki data base yang bagus tentang customer-nya, karena juga menggunakan sistem keanggotaan, perlahan tapi pasti bisnis toko buku punya masa depan bagus.
Sumber : bisnisukm.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar